Esok adalah 17 Agustus. Dan hari ini adalah keberangkatanku
ke Korea untuk sebuah acara Youth Conference. Malam hari, tepat sehari sebelum
hari itu. Itu berarti sesampainya di Korea, waktu akan menunjukkan pukul 07.05
pagi 17 Agustus 2014. Aku akan masih berada di dalam pesawat dengan ketinggian
tertentu ketika matahari pagi menyapa di tanggal 17 Agustus. Itu hari ulang
tahunku, kita, kami, mereka, dan semua anak bangsa Indonesia. Indonesia
Merdeka, 69 tahun telah berlalu. Aku tak sabar menanti saat itu. Meski tak
mampu aku mengibarkan sang saka merah putih dalam fisikku, tetapi di batinku,
di sini di dada kiriku, akan tetap berkibar sang saka Merah Putih. Menyelimuti
angkasa jiwaku. Memayungi seluruh degup jantungku. Dan menyapa dunia bahwa kami
bangsa berdaulat.
Ku pasang headset untuk menyembunyikan kedua telingaku dan
menulikan dunia sekitarku. Aku sedang tak ingin mendengar hiruk-pikuk gemericik
dunia. PEMILU telah usai. Sebelum dan selama momen itu berlangsung, tak henti
ku dengar gelak tawa, sumpah serapah, cibiran, hinaan, dan entah apalagi, aku
tak mampu mendefinsikan. Kali ini aku ingin benar-benar sendiri, dengan hati
dan pikiranku sendiri. Esok matahari pagi kan ku sapa dengan wajah penuh
semangat, dengan mata yang lebih lama menatap, dengan telinga yang sudi
mendengar, dengan cita-cita yang lebih tertata. Untuk Indonesia Matahari Pagi,
Proklamasi.
Matahari. Matahari. Matahari. Bagi sebagian orang, matahari
adalah dewa, tuhan, atau sesembahan yang dianggap kuat. Itu tak lepas karena
keberadaannya yang dominan di jagad raya. Dia selalu hadir dalam hiruk pikuk
kesibukan dunia, menatap tingkah polah manusia-manusia dunia. Dia dianggap
mampu melindungi karena kekuatannya. Tetapi bagiku, matahari adalah nafas
perjuanganku, jalan yang mengarahkanku menuju kebahagiaan abadi, dan cita-cita
dunia-akhiratku. Merah yang terpancar dari balik cahayanya yang terang
benderang menyinari dan mengusir gelap, hitam kelam wajah kehidupan. Memberi
terang, menuntun, dan mencerahkan peradaban. Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah
(IMM) adalah cahaya di atas cahaya
gemerlap itu, di sana, di ufuk timur.
Pagi. Pagi. Pagi. Selamat pagi. Bukan itu yang hendak aku
sampaikan. Pagi adalah awal kehidupan. Awal kehidupan manusia adalah kelahiran.
Kelahiran merupakan simbol generasi muda. Dan generasi mudalah yang mampu
menciptakan kehidupan untuk masa yang akan datang. Dan generasi mudalah yang
lahir dari rahim IMM dan berjuang bersama matahari. Kau akan temukan kami
berbeda suku, adat, dan budaya tetapi tatkala kau iris lengan kanan kami kau
akan temukan darah kami merah, penuh semangat perjuangan. Tak lekang tangan
kami mengepal. Tak urung tangan kami menuntun. Tak acuh tangan menyapa untuk
Indonesia Raya. Dalam dada kami gelora, dalam nafas kami semangat, dalam
langkah kami kreatifitas, dan dalam tatapan kami kejayaan, Indonesia Raya!
Proklamasi. Proklamasi. Proklamasi. Kami Bangsa Indonesia
dengan ini menyatakan Kemerdekaan Indonesia, hal-hal mengenai pemindahan
kekuasaan dan lain-lain diselenggarakan dengan cara seksama dan dalam tempo
yang sesingkat-singkatnya. Bung, tak pernah kami mencium bau keringat
perjuanganmu, tak pernah kami menyentuh kulit keras perjuanganmu tetapi lantang
suaramu menggelegar dalam relung sanubari kami. Cita-cita mu untuk Indonesia Raya
terpatri dalam benak kami. Bung, tidakkah kini kau berbangga hati? Bahwa
pemuda-pemuda yang kau idamkan untuk mengguncang dunia lahir dari rahim ibu
pertiwi dengan merah darah yang menyelimuti. Bung, tidakkah kau menyengaja
untuk memproklamirkan kedaulatan bangsa ini di pagi hari, di pagi saat burung
bergegas pergi mencari makan, di pagi saat gelap ta lagi kentara, di pagi saat
pemuda-pemudi bangsa mulai bergegas membangun kehidupan. Bung, dan tidakkah kau
kini tahu bahwa tak sedikit pemuda bangsa ini yang memiliki prestasi
membanggakan di negara-negara dunia. Itu sebagai wujud rasa syukur kami atas
kemerdekaan yang telah diupayakan. Bung, izinkan kami menatapmu walau sejenak
untuk berterimakasih atas segenap pengorbanan yang tercurah.
Dari titik ini, aku melangkahkan kaki menyapa dunia luas,
dan mengabarkan kepada dunia bahwa anak Indonesia mampu menatap kemegahan dunia
dan menaklukkannya.
Ajar Sagobi
Seoul, Korea Selatan
17 Agustus 2014