Tak juga aku. Sore itu, segerombolan awan tampak ganas di
ufuk barat. Gelap, tebal, dan menggelapkan. Cahaya tak mampu menembus
pekat-hitamnya. Aku menatapnya lama dan dalam dari tempatku bersandar dalam
lelah penantian. Sempat hampir tak bisa aku berkedip menatapnya. Aku hanya
berpikir, hujan akan segera tiba. Hujan yang selalu aku rindu kehadirannya. Hujan
yang selalu berkata jujur meski menyakitkan. Aku tetap suka, tetapi.
Smartphone ku berdering. Sebuah pesan dari salah satu mahasiswa yang aku ampu, mengingatkan aku pada sebuah janji. Ah, rasanya aku ingin segera memenuhi janji itu. Waktuku tinggal 40 menit lagi untuk tidak terlambat datang menemui dia di tempat yang telah kami sepakati.