Meski sekarang telah menjadi kontraktor (maksudnya orang
yang ngontrak rumah), jiwa anak kos masih melekat erat dalam lubuk hati
terdalam dan lubang-lubang logika yang aku miliki. Untuk kalian yang pernah
merasakan menjadi anak kos yang ditakdirkan memiliki kondisi ekonomi yang
pas-pasan, pasti merasakan apa yang akan aku ceritakan tentang perabot mandi. Ya,
selain memilih kos-kosan yang paling murah, perabot mandi merupakan bagian
penting lain yang pasti diperhatikan, meski harus apa adanya.
Bagiku, seorang anak kos dengan ekonomi yang pas-pasan, mandi
merupakan hal yang tidak harus dilakukan sehari dua kali. Secukupnya saja. Jika
cukup sehari sekali, ya sekali saja. Jika cukup dua kali sehari, ya dua kali
saja. Jika pas banyak-banyaknya, karena penyakit bujangan, ya secukupnya saja. Hal
ini berdampak pada ketersediaan sabun, pasta gigi, dan shampoo.
Pada prinsipnya, penggunaan sabun, pasta gigi, dan shampoo didasarkan
pada banyak atau sedikitnya buih yang tercipta agar bisa merata. Iklan-iklan
sabun, pasta gigi, dan shampoo di televisi tidak berpengaruh secara signifikan
untukku; yang mengandung vitamin E lah, yang wangi lah, yang cocok untuk gigi sensitive
lah, yang memutihkan dan menjaga bau mulut lah, dan lah-lah yang lainnya. Aku tidak
peduli.