Rabu, 27 Agustus 2014

Matahari Pagi, Proklamasi!!!



Esok adalah 17 Agustus. Dan hari ini adalah keberangkatanku ke Korea untuk sebuah acara Youth Conference. Malam hari, tepat sehari sebelum hari itu. Itu berarti sesampainya di Korea, waktu akan menunjukkan pukul 07.05 pagi 17 Agustus 2014. Aku akan masih berada di dalam pesawat dengan ketinggian tertentu ketika matahari pagi menyapa di tanggal 17 Agustus. Itu hari ulang tahunku, kita, kami, mereka, dan semua anak bangsa Indonesia. Indonesia Merdeka, 69 tahun telah berlalu. Aku tak sabar menanti saat itu. Meski tak mampu aku mengibarkan sang saka merah putih dalam fisikku, tetapi di batinku, di sini di dada kiriku, akan tetap berkibar sang saka Merah Putih. Menyelimuti angkasa jiwaku. Memayungi seluruh degup jantungku. Dan menyapa dunia bahwa kami bangsa berdaulat.
Ku pasang headset untuk menyembunyikan kedua telingaku dan menulikan dunia sekitarku. Aku sedang tak ingin mendengar hiruk-pikuk gemericik dunia. PEMILU telah usai. Sebelum dan selama momen itu berlangsung, tak henti ku dengar gelak tawa, sumpah serapah, cibiran, hinaan, dan entah apalagi, aku tak mampu mendefinsikan. Kali ini aku ingin benar-benar sendiri, dengan hati dan pikiranku sendiri. Esok matahari pagi kan ku sapa dengan wajah penuh semangat, dengan mata yang lebih lama menatap, dengan telinga yang sudi mendengar, dengan cita-cita yang lebih tertata. Untuk Indonesia Matahari Pagi, Proklamasi.
Matahari. Matahari. Matahari. Bagi sebagian orang, matahari adalah dewa, tuhan, atau sesembahan yang dianggap kuat. Itu tak lepas karena keberadaannya yang dominan di jagad raya. Dia selalu hadir dalam hiruk pikuk kesibukan dunia, menatap tingkah polah manusia-manusia dunia. Dia dianggap mampu melindungi karena kekuatannya. Tetapi bagiku, matahari adalah nafas perjuanganku, jalan yang mengarahkanku menuju kebahagiaan abadi, dan cita-cita dunia-akhiratku. Merah yang terpancar dari balik cahayanya yang terang benderang menyinari dan mengusir gelap, hitam kelam wajah kehidupan. Memberi terang, menuntun, dan mencerahkan peradaban. Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM)  adalah cahaya di atas cahaya gemerlap itu, di sana, di ufuk timur.
Pagi. Pagi. Pagi. Selamat pagi. Bukan itu yang hendak aku sampaikan. Pagi adalah awal kehidupan. Awal kehidupan manusia adalah kelahiran. Kelahiran merupakan simbol generasi muda. Dan generasi mudalah yang mampu menciptakan kehidupan untuk masa yang akan datang. Dan generasi mudalah yang lahir dari rahim IMM dan berjuang bersama matahari. Kau akan temukan kami berbeda suku, adat, dan budaya tetapi tatkala kau iris lengan kanan kami kau akan temukan darah kami merah, penuh semangat perjuangan. Tak lekang tangan kami mengepal. Tak urung tangan kami menuntun. Tak acuh tangan menyapa untuk Indonesia Raya. Dalam dada kami gelora, dalam nafas kami semangat, dalam langkah kami kreatifitas, dan dalam tatapan kami kejayaan, Indonesia Raya!
Proklamasi. Proklamasi. Proklamasi. Kami Bangsa Indonesia dengan ini menyatakan Kemerdekaan Indonesia, hal-hal mengenai pemindahan kekuasaan dan lain-lain diselenggarakan dengan cara seksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya. Bung, tak pernah kami mencium bau keringat perjuanganmu, tak pernah kami menyentuh kulit keras perjuanganmu tetapi lantang suaramu menggelegar dalam relung sanubari kami. Cita-cita mu untuk Indonesia Raya terpatri dalam benak kami. Bung, tidakkah kini kau berbangga hati? Bahwa pemuda-pemuda yang kau idamkan untuk mengguncang dunia lahir dari rahim ibu pertiwi dengan merah darah yang menyelimuti. Bung, tidakkah kau menyengaja untuk memproklamirkan kedaulatan bangsa ini di pagi hari, di pagi saat burung bergegas pergi mencari makan, di pagi saat gelap ta lagi kentara, di pagi saat pemuda-pemudi bangsa mulai bergegas membangun kehidupan. Bung, dan tidakkah kau kini tahu bahwa tak sedikit pemuda bangsa ini yang memiliki prestasi membanggakan di negara-negara dunia. Itu sebagai wujud rasa syukur kami atas kemerdekaan yang telah diupayakan. Bung, izinkan kami menatapmu walau sejenak untuk berterimakasih atas segenap pengorbanan yang tercurah.
Dari titik ini, aku melangkahkan kaki menyapa dunia luas, dan mengabarkan kepada dunia bahwa anak Indonesia mampu menatap kemegahan dunia dan menaklukkannya.

Ajar Sagobi
Seoul, Korea Selatan

17 Agustus 2014

0 komentar:

Posting Komentar