Senin, 25 Mei 2015

Dunia: Bayangan Terang?



Ini dini hari. Tetapi tak lagi subuh.
Apakah dini hari adalah saat dimana orang terbangun dari tidurnya dan melihat dunia?
Kalau iya, maka ini adalah dini hari meski tak lagi subuh.
Kemudian teringat aku pada sebuah epigram Plato, “Dunia ini hanyalah bayang-bayang.” (alamak… kenapa harus epigram??). Harus aku akui, dunia ini begitu indah tampak oleh mata. Kalau dunia seindah ini, yang dianggap hanyalah sebuah bayangan oleh Plato, lalu wujud aslinya pastilah lebih indah. Tetapi tak pernah dengan ikhlas kita memandang wujud aslinya karena yang kita lakukan hanyalah menunduk saja melihat bayangan itu.
Seperti halnya aku dan final masterku di UGM.
Ibarat sebuah tim sepak bola yang mengikuti kompetisi bergengsi, laju penampilanku tak mengecewakan. Kemenangan (status Cum Laude) hanya bisa diraih setelah menjajaki laga final (ujian tesis). Istanbul, Mei 2005, AC Milan vs Liverpool, menari dalam lintasan angkasa pikirku setelah ujian tesis 22 Mei 2015. Kemenangan 3-0 di babak pertama telah menerbangkan angan pemainnya untuk merengkuh trofi Liga Champions. Tetapi tak lebih dari sepuluh menit di babak kedua, skor 3-3 memudarkan dan membuat gelisah para pemain, staf, dan fans AC Milan untuk mengangkat si Kuping Besar. Hingga perpanjangan waktu berakhir, skor masih tetap 3-3 sehingga harus dilanjutkan adu penalti untuk memastikan sang pemenang. Liverpool lah yang berhasil memenangkan adu penalti tersebut dan membawa pulang si Kuping Besar.
Aku seolah menjadi bagian dari para pemain AC Milan yang saat itu berlaga di puncak kompetisi. Menampilkan permainan luar biasa selama kompetisi hingga mampu mencapai final, tetapi luluhlantah di partai puncak itu dalam waktu sekitar 10 menit. Performa kuliahku pun sudah luar biasa: menjaga kualitas pemahaman materi yang diukur oleh IPK yang bagus, ditambah dengan kesibukan kerjaku yang tidak bisa dibilang wajar untuk orang yang sedang melanjutkan studi, tetapi luluhlantah di saat ujian tesis oleh seorang aktor yang sama sekali tidak aku kenal dan entah memiliki pemikiran yang seperti apa terhadap tesisku. Status Cum Laude ku melayang. Kerja keras dan seluruh hikmah selama masa studi terasa tiada harganya.
Tesisku adalah tentang bahasa Inggris sementara dia adalah doktor bahasa Jepang. Bukankah hal itu seperti mengukur kedalaman suatu sumur dengan timbangan berat badan?
Kecewa? Pasti.
Tetapi kekecewaan itu justru membuka mataku bahwa sebenarnya aku adalah seorang pengecut. Aku tak tahu apakah orang tuaku yang mengajarkan demikian padaku ataukah orang lain yang membisik di telingaku ataukah lingkungan ataukah ah entahlah.
Ya, sebagian besar dari kita adalah pengecut, aku juga demikian. Ketika bodoh, menyalahkan guru; ketika lingkungan kacau balau, menyalahkan-ejekan pemimpin; ketika tidak bahagia, menyalahkan pasangan; ketika ditimpa musibah, menyalahkan Tuhan; ketika miskin, menyalahkan orang kaya; ketika tak mampu berbuat apapun, menyalahkan penguasa; bisa jadi ketika dulu kecil kita terjatuh, kita diajari untuk menyalahkan sosok batu yang diam atau seekor katak yang tiada.
Sungguh tipu-tipu ini terasa begitu lezat. Dengan menyalahkan, derajat diri ini seolah terangkat di hadapan khalayak. Tetapi sungguh, itu hanyalah bayangan tiada makna. Sosoknya tak pernah kita lihat tetapi mengagungkan bayangannya. Bukankah itu termasuk dalam golongan orang bodoh yang sombong?
Mengejar bayang-bayang, tak ubahnya mengejar hal kosong yang dibanggakan. Apa yang hendak dibanggakan? Bukankah kekosongan adalah ketiadaan? Status hanyalah sandangan dan sandangan tidak bisa mengukur kedalaman pikir seseorang. Cum Laude hanyalah status lulusan. Meski dulu dua kali aku mengejarnya, dan gagal, kini aku sadar bahwa yang mengantarkan ku pada levelku sekarang ini bukanlah status tersebut. Tetapi integritas yang membawaku dan itu kudapatkan bukan dari kampus tempat ku menggali ilmu.
Dalam masaku yang kedua ini, aku tertipu oleh bujuk rayu dunia, yang tak lain hanyalah bayangan terang karena puja-puji orang yang ternyata itu tidak berumur panjang.
Jogokaryan, 250515/0804

0 komentar:

Posting Komentar