Minggu, 17 Mei 2015

Liburan



Bulan Mei 2015 menyuguhkan kesempatan libur panjang. Setidaknya, bagi para buruh dan pegawai kantoran, ada hari libur 4-5 hari. Itu pun dengan strategi yang jitu untuk meminta izin di hari yang diapit oleh hari libur untuk meliburkan diri. Begitu pula saya dan apa yang telah saya lakukan. Ditambah, ada jatah hari yang diliburkan karena faktor lanjut studi. Lima hari saya mendapatkan jatah liburan.
Semasa kuliah, liburan merupakan kata yang cukup asing ditelinga saya. Hampir tak pernah saya peduli dengan hari libur karena bagi seorang aktivis kampus, hari libur adalah hari untuk rapat dan konsolidasi. Atau bis ajuga dijadikan sebagai hari pertemuan jodoh.
Liburan juga suatu aktivitas yang sangat jarang sekali saya lakukan. Kata orang, liburan merupakan sarana jitu untuk menghilangkan stress atau penat kerja selama waktu-waktu padat yang telah dilalui. Kemudian pertanyaannya, bagi saya yang tidak tertarik untuk liburan, apakah saya berarti tidak stress? Atau malahan saya tidak punya kerjaan yang membuat stress? Tentu tidak. Bagi saya, liburan sebagai sarana untuk menghilangkan stress karena penat bekerja adalah omong kosong. Hal tersebut saya alami dan amati sejak saya lulus kuliah dan memulai rutinitas pekerjaan.

Sederhana, jika memang bekerja adlah sumber kepenatan, kenapa hampir seluruh manusia di bumi ini menginginkan pekerjaan? Mereka mencari-cari bahkan tak jarang menghalalkan berbagai macam cara untuk mendapatkan pekerjaan. Bahkan mereka yang, maaf, membutuhkan layanan khusus juga memiliki etos kerja yang tinggi. Etos kerja, ya etos kerja, di dalam Islam etos kerja merupakan salah satu faktor yang membedakan satu kaum dengan kaum yang lain. Islam menyarankan untuk bekerja. Apakah itu berarti Islam mendukung manusia untuk menjadi stress Karena bekerja kemudian berlibur?
Pola pikir macam apa itu.
Sungguh bagi saya, tidak ada satu pun pekerjaan yang membuat manusia penat. Saya ambil contoh sebuah pekerjaan makan. Merasa penatkah kita setiap hari makan tanpa ada libur atau liburan? Minum, pun demikian, penatkah? Apakah Anda kira makan dan minum bukan suatu perkejaan? Apakah pekerjaan adalah sesuatu aktivitas yang HARUS menghasilkan uang? Itu kapitalis paradigma. Ataukah Anda anggap makan dan minum adalah sebuah kebutuhan dasar sehingga itu bukan suatu pekerjaan? Justru ketika makan dan minum adalah sebuah kebutuhan maka pekerjaan adalah sebuah kebutuhan pula karena makan dan minum adalah pekerjaan. Apakah segerombolan tawon yang membuat sebuah sarang dan setelah sarang itu jadi, sarang tersebut tidak bisa disebut sebagai sebuah hasil kerja para tawon karena tidak ada uang di dalamnya?
Pantas kalau Anda mengatakan bahwa liburan bertujuan untuk menghilangkan penat karena bekerja. Karena yang ada di dalam pikiran Anda, bekerja dalah suatu aktivitas menghasilkan uang bukan menempatkan pekerjaan sebagai bagian dari kebutuhan dasar manusia yang di dalamnya terdapat etos kerja. Lalu jika uang yang didapat tidak sesuai harapan atau bahkan sebaliknya uang yang didapat sangat melimpah hingga bingung hendak membelanjakan kemana, maka tekanan dan stress adalah jawaban atas ‘hasil kerja’ Anda.
Bagi saya, liburan bukanlah harus kemana atau dengan siapa. Tetapi bagaimana menikmati setiap aktivitas pekerjaan agar hasilnya bisa menjadi milestone bagi banyak orang. Dan di dalam lima hari itu, ada pekerjaan yang harus saya nikmati bersama keluarga. Melihat saudara, orang tua, dan istri bergurau, bercanda, bersama-sama mengisi hari merupakan liburan batin yang tak pernah ada yang bisa menggantikannya sekalipun liburan ke Papua, Amerika, Eropa, atau tempat indah lain yang kata kebanyakan orang adalah SURGA DUNIA.

Jogokaryan, 170515/1834

0 komentar:

Posting Komentar