Bulan Mei 2015
menyuguhkan kesempatan libur panjang. Setidaknya, bagi para buruh dan pegawai
kantoran, ada hari libur 4-5 hari. Itu pun dengan strategi yang jitu untuk
meminta izin di hari yang diapit oleh hari libur untuk meliburkan diri. Begitu pula
saya dan apa yang telah saya lakukan. Ditambah, ada jatah hari yang diliburkan
karena faktor lanjut studi. Lima hari saya mendapatkan jatah liburan.
Semasa kuliah,
liburan merupakan kata yang cukup asing ditelinga saya. Hampir tak pernah saya
peduli dengan hari libur karena bagi seorang aktivis kampus, hari libur adalah
hari untuk rapat dan konsolidasi. Atau bis ajuga dijadikan sebagai hari
pertemuan jodoh.
Liburan juga
suatu aktivitas yang sangat jarang sekali saya lakukan. Kata orang, liburan
merupakan sarana jitu untuk menghilangkan stress atau penat kerja selama
waktu-waktu padat yang telah dilalui. Kemudian pertanyaannya, bagi saya yang
tidak tertarik untuk liburan, apakah saya berarti tidak stress? Atau malahan
saya tidak punya kerjaan yang membuat stress? Tentu tidak. Bagi saya, liburan
sebagai sarana untuk menghilangkan stress karena penat bekerja adalah omong
kosong. Hal tersebut saya alami dan amati sejak saya lulus kuliah dan memulai
rutinitas pekerjaan.
Sederhana, jika
memang bekerja adlah sumber kepenatan, kenapa hampir seluruh manusia di bumi
ini menginginkan pekerjaan? Mereka mencari-cari bahkan tak jarang menghalalkan
berbagai macam cara untuk mendapatkan pekerjaan. Bahkan mereka yang, maaf,
membutuhkan layanan khusus juga memiliki etos kerja yang tinggi. Etos kerja, ya
etos kerja, di dalam Islam etos kerja merupakan salah satu faktor yang
membedakan satu kaum dengan kaum yang lain. Islam menyarankan untuk bekerja. Apakah
itu berarti Islam mendukung manusia untuk menjadi stress Karena bekerja
kemudian berlibur?
Pola pikir macam
apa itu.
Sungguh bagi
saya, tidak ada satu pun pekerjaan yang membuat manusia penat. Saya ambil
contoh sebuah pekerjaan makan. Merasa penatkah kita setiap hari makan tanpa ada
libur atau liburan? Minum, pun demikian, penatkah? Apakah Anda kira makan dan
minum bukan suatu perkejaan? Apakah pekerjaan adalah sesuatu aktivitas yang
HARUS menghasilkan uang? Itu kapitalis paradigma. Ataukah Anda anggap makan dan
minum adalah sebuah kebutuhan dasar sehingga itu bukan suatu pekerjaan? Justru ketika
makan dan minum adalah sebuah kebutuhan maka pekerjaan adalah sebuah kebutuhan
pula karena makan dan minum adalah pekerjaan. Apakah segerombolan tawon yang
membuat sebuah sarang dan setelah sarang itu jadi, sarang tersebut tidak bisa
disebut sebagai sebuah hasil kerja para tawon karena tidak ada uang di
dalamnya?
Pantas kalau
Anda mengatakan bahwa liburan bertujuan untuk menghilangkan penat karena
bekerja. Karena yang ada di dalam pikiran Anda, bekerja dalah suatu aktivitas
menghasilkan uang bukan menempatkan pekerjaan sebagai bagian dari kebutuhan
dasar manusia yang di dalamnya terdapat etos kerja. Lalu jika uang yang didapat
tidak sesuai harapan atau bahkan sebaliknya uang yang didapat sangat melimpah
hingga bingung hendak membelanjakan kemana, maka tekanan dan stress adalah
jawaban atas ‘hasil kerja’ Anda.
Bagi saya,
liburan bukanlah harus kemana atau dengan siapa. Tetapi bagaimana menikmati
setiap aktivitas pekerjaan agar hasilnya bisa menjadi milestone bagi banyak
orang. Dan di dalam lima hari itu, ada pekerjaan yang harus saya nikmati
bersama keluarga. Melihat saudara, orang tua, dan istri bergurau, bercanda,
bersama-sama mengisi hari merupakan liburan batin yang tak pernah ada yang bisa
menggantikannya sekalipun liburan ke Papua, Amerika, Eropa, atau tempat indah
lain yang kata kebanyakan orang adalah SURGA DUNIA.
Jogokaryan,
170515/1834
0 komentar:
Posting Komentar