Kau segera menghilang dari sekitarku ketika ku palingkan
wajahku ke kanan kemudian ke kiri saat dhuhur itu. Dan ku sadarkan diriku dari
asyik masyuk ku untuk merasai kehadiranmu. Ku tata dudukku sedikit ke belakang
dari shaf sholat awal. Berdizikir. Kau berdiri, berjalan menuju kanan ku
kemudian mengangkat kedua tanganmu: Takbiratul Ihram. “Dia sedang sholat
Rawatib”, pikirku dalam sela dzikirku. Hanya selang beberapa menit saja, ku
palingkan kembali wajahku ke arahnya, dia hilang. Tiadapun jejak yang bisa aku
telusuri.
Tuhan, Kau hadirkan satu makhlukMu yang membuat ku sedikit
tidak khusuk dalam sholatku. Aku mohon ampun atas ketidakkhusukkan itu.
Sebelah kiriku kosong dalam barisan shaf sholat Dhuhur.
Memang tidak ada yang mengisi sampai rakaat kedua. Karena sebelumnya pun aku
berpikir, ruang ini terlalu sempit untuk diisi oleh seseorang, bahkan anak
kecil. Tetapi memasuki rakaat ketiga, lelaki itu datang dan memposisikan diri
di sebelah kiriku. Bau agak menyengat langsung tercium dari lubang hidungku.
“Duhai Allah, hatiku miris melihat hambaMu yang sholat disebelahku dengan
kondisi semacam itu”, batinku dalam sela bacaan sholatku.
Tingginya sekitar setengah dari tinggiku. Kulitnya gelap dan
ada sedikit luka di punggung kaki kanannya. Bajunya formal tetapi cukup kumal.
Penampilannya bahkan tak lebih baik dari para gembel jalanan atau pengemis di
bawah lampu lalu lintas. Itu saja yang bisa aku tangkap dari sosoknya dalam
kilasan bayang mataku.
Bukan, bukan. Aku bukan jijik dengan penampilannya. Memang
sempat sedikit bergeser berdiri ke sebelah kanan agar tak terlalu mepet dengan
badannya. Aku akui itu manusiawi ketika melihat sesuatu yang buruk tampak di
mataku. Ya, harus aku akui. Dia tampak begitu buruk di mataku. Jujur, ini mata
seorang hamba yang hina yang melihat dari sisi keduniawian saja. Aku coba untuk
menenangkan diri. Ku tarik nafas dalam-dalam. Ku fokuskan segenap bacaan
sholatku. Perlahan aku menganggap kehadirannya adalah kehadiran hamba-hambaMu
yang begitu tulus dan syukur menghadapMu.
Aku terharu, sungguh aku terharu. Tuhan, betapa luas cara
pandangMu. Kau cantikkan, gantengkan, burukkan, hinakan, atau apapun istilah
yang kami tahu dengan sekehendakMu Tuhan. Aku bukan memprotes kuasaMu. Aku
hanya prihatin pada mereka yang secara duniawi begitu sempurna tetapi begitu
jauh dariMu.
Penampilan menarik. Badan proporsional; atletis, sexy,
bohai, bahenol. Ganteng. Cantik. Harta melimpah. Sehat. Semua, hampir lebih
tepatnya, aspek keduniawian mereka miliki. Tetapi Engkau punya penilaian lain,
Tuhan.
Tuhan, maafkan aku atas kebodohan ini. Maafkan aku atas
ketidakathuan ini. Doaku untuk lelaki itu agar dia selalu dalam lindunganMu,
kasih sayangMu, ridhoMu dalam tiap langkah hidupnya.
Karangkajen, 4012015/1245
0 komentar:
Posting Komentar